Senin, 24 Maret 2014

Teori Terjadinya Penyakit

1.  Teori Hipocrates
Teori Hipocrates menyatakan bahwa sebuah penyakit terjadi karena faktor lingkungan seperti udara, tanah, cuaca dan air. Bapak kedokteran dunia, Hipocrates (460-377 SM), berhasil membebaskan hambatan filosofis yang bersifat spekulatif superstitif (tahayul) dalam mengartikan terjadinya penyakit pada zamannya. Hipocrates menyebutkan 2 teori asal terjadinya penyakit yaitu, pertama, penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan kedua, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang. Kedua teori tersebut termuat dalam bukunya yang berjudul “On Airs, Water and Places”.
Hipocrates merupakan orang yang sama sekali tidak mempercayai hal-hal yang berbau tahayul, ia meyakini bahwa penyakit terjadi karena proses alamiah belaka. Ia juga mengatakan bahwa masalah lingkungan dan perilaku penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit pada masyarakat.
2.  Teori Contangion
Teori ini adalah teori yang paling sederhana, bahwa panyakit berasal dari kontak langsung antar penyakit seperti penyakit cacar dan herpes. Kontak langsung ini dapat berupa lewat media kulit (panu), melalui jarak jauh (udara/bersin), bersinggunangan dengan penyakitnya dan zat penular lainnya (kontangion).
Konsep teori contangion dicetuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553) yang mengatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui zat penular (transference) yang disebut kontangion. Girolamo membedakan 3 macam kontangion, yaitu pertama, jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan seksual), kedua, jenis kontangion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk dan sapu tangan, ketiga, jenis kontangion yang dapat menularkan dengan jarak jauh.
3.  Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Timbulnya penyakit adalah berasal dari uap sisa hasil pembusukan makhluk hidup, barang yang membusuk atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara dan dipercaya sebagai mengambil bagian dalam proses penyebaran penyakit. Konsep ini muncul pada sekitar abad 18-19.
Waktu itu, ada kepercayaan bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan terkena penyakit. Pencegahannya dapat dilakukan dengan menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari, karena orang percaya udara malam cenderung mengandung miasma. Kemudian, kebersihan juga dianggap hal penting untuk dapat mencegah/menghindari miasma tersebut. Saat ini cara sanitasi yang dilakukan sangat efektif mengurangi tingkat kematian.
4.  Teori Kuman (Germ Theory)
Teori ini menyatakan bahwa penyebab penyakit adalah berasal dari kuma. Para ilmuan saat itu diantaranya Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910) dan Ilya Mechnikov (1845-1016) mengatakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Pengamatan Louis Pasteur pada fermentasi anggur adalah salah satu bukti konsep teori Kuman. Ia menemukan proses pasteurisasi dalam melakukan fermentasi tersebut, yaitu dengan cara memanasi cairan anggur hingga temperature tertentu sampai kuman yang tak diinginkan menyebabkan kegagalan fermntasi mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan lainnya yang mengesankan adalah adanya virus rabies dalam organ saraf anjing, dan berhasil menemukan vaksin anti rabies. Untuk itulah Louis Pasteur dijuluki Bapak Teori Kuman.
Tokoh lainnya adalah Robert Koch. Temuannya dikenal dengan “Postulat Koch” yang terdiri dari, pertama, kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat, kedua, kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya, ketiga, kuman yang dibiakkan dapat ditularkan secara sengaja pada hewan yang sehat dan menimbulkan penyakit yang sama, dan keempat, kuman tersebut harus bisa diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi.
5.  Segitiga Epidemiologi (Epidemiology Triangle)
Teori yang dikembangkan oleh John Gordon ini menggambarkan hubungan 3 komponen penyebab penyakit yaitu host, agen dan lingkungan (dibentuk segitiga). Agen merupakan entitas yang diperlukan untuk mengakibatkan penyakit pada host yang rentan. Agen dapat bersifat biologis (parasit, bakteri, virus), juga dapat bersifat bahan kimia (racun, alkohol, asap), fisik (trauma, radiasi, kebakaran), atau gizi (defisiensi, kelebihan). Agen memiliki sifat, pertama, infektivitas yaitu kemampuan agen untuk mengakibatkan infeksi pada host yang rentan, kedua, patogenitas yaitu kemampuan agen untuk menyebabkan penyakit pada host, dan ketiga virulensi yaitu kemampuan agen untuk menimbulkan berat ringan suatu penyakit pada host.
Host merupakan manusia atau organisme yang rentan oleh adanya agen. Faktor internal host meliputi umur, jenis kelamin, ras, agama, adat pekerjaan dan profil genetik. Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agen atau host, tetapi dapat mendukung masuknya agen ke dalam host dan menimbulkan penyakit.
6.  Jala-jala Kausasi (The Web of Causation)
Pencetus teori ini adalah MacMahon dan Pugh (1970). Konsepnya adalah setiap panyakit tidak hanya tergantung kepada sebuah faktor penyebab, melainkan tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian proses sebab akibat. Terdapat faktor sebagai promotor da nada pula sebagai inhibitor. Semua faktor secara klektif dapat membentuk “web of causation” dimana setiap penyebab saling terkait satu sama lain. Perubahan pada salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan oleh gejala yang sama (phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur social, perilaku, lingkungan, tempat kerja, dan faktor lainnya yang berhubungan. Sehingga, timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik.
7.  Model Roda (The Wheel Causation)
Teori ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetic pada bagian intinya, dan lingkungan biologis, social, fisik, mengelilikgi manusianya. Ukuran komponen roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif lebih besar, sedang pada penyakit campak status imunitas manusia dan lingkungan biologis lebih penting daripada faktor genetik. Peranan lingkunagn social lebih besar dari yang lainnya dalam hal stress mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih besar.



Sumber: Modul Materi Dasar Epidemiologi semester 3 FKM UNDIP 2010

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu yang mana secara statistic  berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat), seperti yang dijelaskan oleh oleh Simbong SW dalam epidemiologi penyakit tidak menular.
Jenis Faktor Risiko :
1.            Menurut dapat tidaknya faktor risiko itu di ubah :
·         Unchangeable risk factors ; faktor risiko yang tidak dapat berubah, ms; faktor umur atau genetic. Factor resiko yang tidak dapat dirubah misalnya umur dan genetic
·         Changeable risk factors ; faktor risiko yang dapat berubah, ms ; kebiasaan merokok atau latihan olah raga. Factor resiko yang dapat di rubah misalnya kebiasaan merokok atau latihan olah raga.

2.            Menurut kestabilan peranan faktor risiko :
·         Suspected risk factors ; faktor risiko yang dicurigai, yakni faktor – faktor yang belum mendapat dukungan sepenuhnya dari hasil-hasil penelitian sebagai faktor risiko, ms ; rokok sebagai faktor risiko kanker leher rahim.
·         Established risk factors ; faktor yang telah ditegakkan, yakni faktor risiko yang sudah mantap mendapat dukungan ilmiah penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperanan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya, rokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru.
Syarat faktor resiko
No
Kriteria
Keterangan
1.
Kekuatan hubungan
Adanya risiko relatif yang tinggi
2.
Temporal
Kausa mendahului akibat
3.
Dosis respon
Makin besar paparan , makin besar kejadian
penyakit
4.
Reversibilitas
Penurunan paparan diikuti penurunan kejadian
penyakit
5.
Konsisten
Penyakit yang sama akan berulang pada tempat,
waktu dan penelitian yang lain
6.
Layak biologis
Sesuai dengan konsep biologis
7.
Spesifitas
Satu penyebab menyebabkan satu akibat
8.
Analogi
Ada kesamaan untuk penyebab dan akibat yang
serupa

Kegunaan Identifikasi Faktor Risiko :
Perluya faktor risiko diketahui dalam terjadinya penyakit dapat berguna dalam hal – hal berikut :
a.       Prediksi : untuk meramalkan kejadian penyakit.
b.      Penyebab : kejelasan / beratnya faktor risiko dapat mengangkatnya menjadi penyebab, setelah menghapuskan pengaruh dari faktor pengganggu(confounding factor)
c.       Diagnosis : membantu proses diagnosis
d.      Prevensi : jika satu faktor risiko juga sebagai penyebab, penghilangan dapat digunakan untuk pencegahan penyakit meskipun mekanisme penyakit sudah diketahui atau tidak.
Kapan suatu factor resiko dapat ditegakkan sebagai factor resiko? Dalam epidemiologi dapat  atau biasa dilakukan dengan memakai konsep kausalitas sebab musebab (hubungan kausa), menurut para ahli kausalitas ada  8 kriteria (Hill 1965) yaitu
·         Kekuatan yang dapat dilihat dari adanya resiko relative yang tinggi
·         Temporal atau menurut urutan waktu, selalunya sebab-musebab mendahului akibat.
·         Respon terhadap dosis paparan yang dapat menyebabkan penyakit
·         Reversibilitas dimana paparan yang menurun akan diikuti penurunan kejadian penyakit
·         Konsistensi yang diartikan kejadian yang sama akan berulang pada waktu, tempat dan penelitian yang lain
·         Biologis atau yang berhubungan dengan fisiologis tubuh
·         Spesifitas yang dilihat dari satu penyebab menyebabkan satu akibat
·         Analogi yang diartikan adanya kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.


Faktor risiko dan penyakitnya :
Faktor risiko
Risiko penyakit
Depresi
Riwaat keluarga bunuh diri
Bunuh diri (suicide)
Panjang perjalanan tinggi
Tidak pakai seat belt
Kebiasaan minum alkohol
Minum obat yang mempengaruhi pengemudi
Kecelakaan lalu lintas
Minum alkohol
Riwayat infeksi bacteri pnemonia
Terdapat emphysema / brokhitis
Kebiasaan merokok                 
Pneumonia
Mempunyai catatan kriminal
Membawa senjata
Homocide (pembunuhan)
Kebiasaan minum alkohol
Sirosis hati
Perokok
Kanker paru
Perokok
Kolesterol
Tekanan darah naik                                   
Diabetes
Riwayat keluaga DM
Penyakit pembuluh darah otak dan arteri
Perokok
Kolesterol
Tekanan darah tinggi
Diaetes
Riwayat keluarga diabetes
Berat badan / gemuk
Kurang gerak badan
Riwayat keluarga jantung iskemik
Penyakit arterosklerosis  jantung
Polip rectum
Perdarahan rectum
Ulceratif colitis
Tidak cek prostosigmoidoskopi
Kanker usus dan rectum
Tidak pap smear
Intercourse usia muda
Status sosial – ekonomi rendah
Etik Jewish
Kanker seviks
Ada gejala dan keluhan, dan riwayat diobati rheumatic heart disease
Penyakit jantung reumatik kronik
Perdarahan tidak normal vagina
Kanker uterus
Riwayat keluarga kanker atau penyakit payudara
Lambat hamil atau nullipara
Usia haid awal
Lambat menopause
Fibocystic breast disease
Radiasi
Kegemukan
Sosial – ekonomi tinggi
Kanker payudara


























Sehat Menurut WHO

                        

Sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, diet seimbang, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang baik. Selama beberapa dekade, pengertian sehat masih dipertentangkan para ahli dan belum ada kata sepakat dari para ahli kesehatan maupun tokoh masyarakat dunia. AkhirnyaWorld Health Organization (WHO) membuat defenisi universal yang menyatakan bahwa pengertian sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Pengertian sehat menurut WHO adalah "Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity". Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam defenisi sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental
Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno "Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat" (Men Sana In Corpore Sano).

3. Sehat Spritual
Spritual merupakan komponen tambahan pada pengertian sehat oleh WHO dan memiliki arti penting dalam kahidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

Sekian uraian tentang Pengertian Sehat Menurut Ahli WHO, semoga bermanfaat.

Referensi:

  • Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas. Jakarta: EGC.

Minggu, 16 Maret 2014

Epidemi, Endemi, Pandemi dan Sporadik

Sebagai mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat apakah kita tahu apa perbedaan epidemi, endemi, pandemi dan sporadik?

Jika belum sekarang saatnya kita untuk tahu, kalau bukan sekarang, kapan lagi????

Epidemi  ialah mewabahnya penyakit dalam komunitas atau daerah tertentu dalam jumlah yang banyak dan melebihi batas normal.

Endemi adalah keadaan dimana sebah penyakit menetap dalam masyarakat pada tempat tertentu.

Pandemi merupakan epidemi yang cakupan wilayahnya meluas sehingga dapat mencakup seluruh dunia.

Sedangkan sporadik adalah keadaan dimana frekuensi penyakit berubah bergantung pada waktu yang terjadi pada wilayah tertentu, orang awan mengatakan fenomena sporadik sebagai penyakit "musiman".

Buat yang masih bingung mari kita lihat tabel ringkasannya

No
Keadaan Masalah Kesehatan
Frekuensi
Distribusi
Tempat
Waktu
1
Epidemi
Meningkat
Daerah tertentu
Singkat
2
Endemi
Stabil
Daerah tertentu
Lama
3
Pandemi
Meningkat
Daerah meluas
Singkat
4
Sporadik
Berubah menurut waktu
Daerah tertentu
Lama

Masih bingung jugaa ?????
Okee, sabar yaa kita beri contohnya nih biar kalian paham perbedaanya

Fenoma Epidemik
1.      Selasa, 6 Oktober 2009
Sedikitnya 20 orang tewas akibat epidemi kolera di Tanzania. Selama tujuh. hari terkhir 600 kasus dilaporkan terjadi, seperti yang dikutip dari Press TV, Menteri Kesehatan Nsachris Mwamaja mengatakan bahwa Distrik Handeni di wilayah timur Laut Tanga merupakan wilayah yang paling banyak terkena wabah dengan 511 kasus kolera.


2.      Rabu, 4 November 2009
Dr. Chen, yang merupakan wakil direktur untuk pengawasan penyakit yang ditularkan secara seksualmengatakan ada sedikitnya 280.000 laporan kasus infeksi sipilis pada 2008. Angka itu tiga kali lipat lebih besar  dari yang tercatat pada 204 dan sepuluh kali lipat dibandingkan dekakde sebelumnya.

Fenomena Endemis
1.      Cacar
Cacar diduga telah menjangkiti populasi manusia sekitar 10,000 SM. Catatan sejarah dari Asia menunjukkan bukti adanya penyakit menyerupai cacar di China kuno (1122 SM) dan India (1500 SM). Bukti fisik tertua tentang cacar ditunjukkan oleh lesi kulit pada mumi Firaun Ramses V dari Mesir yang meninggal 1157 SM. Terdapat spekulasi bahwa pedagang Mesir, membawa cacar ke India selama milenium pertama SM, dan cacar menjadi penyakit endemik di India selama sedikit-dikitnya 2000 tahun. Tetapi sumber lain mengatakan, cacar dibawa ke India oleh orang-orang Portugis. Gambaran cacar yang meyakinkan ditemukan pada abad ke 4 di China dan ke 7 di India. Cacar diduga memasuki China selama abad pertama dari arah Barat Daya, dan pada abad ke 6 dibawa dari China ke Jepang. Di Jepang epidemi 735-737 diyakini telah membunuh lebih dari sepertiga penduduk. Sekurang-kurangnya tujuh dewa didedikasikan untuk cacar, seperti dewa Sopona di daerah Yoruba. Di India, dewi Hindu cacar, Sitala Mata, dipuja di candi-candi di seluruh negeri.

2.      Demam Berdarah Dengue
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten endemis DBD di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2005 desa endemis meningkat jum1ahnya menjadi 40 desa. Pada tahun 2004 Incidence Rate (IR) adalah 1,29/10.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 4, I%. Pada tahun 2005 tetjadi peningkatan yaitu IR sebesar 2,25/10.000 penduduk dan CFR sebesar 4,3%. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Purwodadi yang mempunyai wilayah dengan kategori endemis dan sporadis DBD.


Daftar Pustaka

Murti, Bhisma. Sejarah Epidemiologi.
Sholichah, Zumrotus dan Rr. Anggun Paramita Djati. Indeks Jentik Di Daerah Endemis dan Daerah Sporadis Demam Berdarah Dengue Di Purwodadi Kabupaten Grobogan. BALABA, Ed.006, no. 01, Juni 2008 : 8-9


Fenomena Pandemi
1.      Cacar
Cacar merupakan sebuah penyakit menular yang menyebabkan manifestasi klinis berat dan sangat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus Variola major atau Variola minor. Cacar disebut Variola atau Variola vera, berasal dari kata Latin ‗varius‘ yang berarti bercak, atau ‗varius‘ yang berarti gelembung kulit. Terma ‗smallpox‘ dalam bahasa Inggris digunakan pertama kali di Eropa pada abad ke 15 untuk membedakan cacar dengan great pox‘ (sifilis). Masa inkubasi sekitar 12 hari.


2.      Kolera
Pada 1816-1826 terjadi pandemi pertama kolera di berbagai bagian dunia. Penyakit itu menyerang korban dengan diare berat, muntah, sering kali berakibat fatal. Pandemi dimulai di Bengal (India), lalu menyebar melintasi India tahun 1820. Sebanyak 10,000 tentara Inggris dan tak terhitung penduduk India meninggal selama pandemi tersebut. Pandemi kolera meluas ke China, Indonesia (lebih dari 100,000 orang meninggal di pulau Jawa saja), dan Laut Kaspia, sebelum akhirnya mereda. Kematian di India antara 1817-1860 diperkirakan mencapai lebih dari 15 juta jiwa. Sebanyak 23 juta jiwa lainnya meninggal antara 1865-1917. Kematian penduduk di Rusia pada periode yang sama mencapai lebih dari 2 juta jiwa.
Pandemi kolera kedua terjadi 1829-1851, mencapai Rusia, Hungaria (sekitar 100,000 orang meninggal) dan Jerman pada 1831, London pada 1832 (lebih dari 55,000 orang meninggal di Inggris), Perancis, Kanada (Ontario), dan Amerika Serikat (New York) pada tahun yang sama, pantai Pasifik Amerika Utara pada 1834. Outbreak selama dua tahun terjadi di Inggris dan Wales pada 1848 dan merenggut nyawa 52,000 jiwa.

3.      Influenza
Pada Maret 1918 hingga Juni 1920 terjadi pandemi luar biasa yang disebut Influenza Besar (Flu Spanyol, The Great Influenza). Peristiwa itu dianggap pandemi yang paling mematikan dalam sejarah kemanusiaan. Penderita flu meninggal dalam tempo beberapa hari atau beberapa jam sejak gejala klinis. Virus influenza strain subtipe H1N1 yang sangat virulen diperkirakan menyerang 500 juta orang di seluruh dunia dan membunuh 50 hingga 100 juta orang hanya dalam waktu 6 bulan. Tidak seperti outbreak influenza lainnya, wabah Flu Spanyol tidak hanya menyerang orang dewasa tetapi juga anak-anak. Sebuah studi mengatakan, wabah itu menyerang 8-10 persen dari semua dewasa muda (eHow, 1999; Epic Disasters, 2010). Pandemi Flu diperparah karena kondisi selama Perang Dunia I, khususnya berkumpulnya sejumlah besar pemuda di barak-barak militer. Flu tersebut dimulai dari mutasi terbatas di Haskell Country, Kansas (AS), lalu ditularkan melalui perpindahan masif serdadu Amerika dari basis ke basis, selanjutnya disebarkan ke seluruh dunia melalui perjalanan internasional para serdadu. Salah satu penderita adalah Presiden AS waktu itu, Woodrow Wilson, yang terkena flu pada akhir perang. Untuk mencegah penularan dianjurkan untuk tidak melakukan pertemuan kelompok, dan pemakamam wajib dilakukan dalam tempo 15 menit (eHow, 1999; Epic Disasters, 2010).

Daftar Pustaka

Murti, Bhisma.  Sejarah Epidemiologi.



Fenomena Sporadik

1.      Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten endemis DBD di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2005 desa endemis meningkat jum1ahnya menjadi 40 desa. Pada tahun 2004 Incidence Rate (IR) adalah 1,29/10.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 4, I%. Pada tahun 2005 tetjadi peningkatan yaitu IR sebesar 2,25/10.000 penduduk dan CFR sebesar 4,3%. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Purwodadi yang mempunyai wilayah dengan kategori endemis dan sporadis DBD.
2.      Kota Bandung, 27 November 2012 teerjadi peningkatan kasus diare dan DBD saat musim hujan. Berdasarkan data Dinkes dalam tiga bulan terakhir ini, untuk diare pada Juli  4.766, Agustus 4310, September 4.226. ISPA pada Juli 1.628, Agustus 1542 dan September 1418. Sementara untuk DBD,  pada Juli mencapai 454 kasus, Agustus 342, dan September 266 kasus.

Dapus
Sholichah, Zumrotus dan Rr. Anggun Paramita Djati. Indeks Jentik Di Daerah Endemis dan Daerah Sporadis Demam Berdarah Dengue Di Purwodadi Kabupaten Grobogan. BALABA, Ed.006, no. 01, Juni 2008 : 8-9

Sumber lain




Masih binggung yaa, ini ada sedikit catatan, semoga bisa membantu mengatasi kebingungan kalian.

Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada uatu suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung dalam populasi tanpa adanya pengaruh dari luar.

Suatu infeksi penyakit dikatakan endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial, suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state) suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai tunak nedemik, bergantung pada sejumlah faktor termasuk virotensi dan cara penulisan penyakit bersangkutan.

Memasuki musim hujan warga Bandung diharapkan waspada terhadap penyakit ISPA (infeksi saluran pecernaan atas), diare dan DBD (deman berdarah dengue). Meski tren penderita ketiga penyakit ini masih dalam batas normal namun kewaspadaan dini dan pencegahan dengan PHBS (pola hidup bersih dan sehat) harus tetap ditingkatkan.
“Penyakit yang sangat berhubungan dengan musim hujan dan biasanya mendera warga yakni penyakit seperti ISPA, DBD dan diare. Karena pada musim hujan ini, terkadang keberadaan air bersih jadi kendala,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ahyani Raksanagara kemarin (13/11).
Achyani mengingatkan untuk penduduk yang lokasi rumahnya berdekatan dengan sungai, saat hujan turun air sungai meluap dan mendekati sumur maka harus hati-hati. Karena  sejumlah penyakit bisa mendera.
Selain diare, warga pun bisa terkena hepatitis A dan tipes, penyakit ini disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Tak hanya itu, genagan air hujan juga bisa membuat faktor penyakit tumbuh cepat seperti nyamuk Cikungunya. Selain itu, hujan yang mengakibatkan banjir bisa menimbulkan penyakit kulit. Karenanya, menurut Achyani, harus hati-hati kalau ada genangan air harus memakai alat kaki.
“Selain penyakit kulit, air banjir  bisa terkontaminasi kencing tikus dan bisa menyebabkan penyakit Leptospirosis. Kalau terkena banjir, segera bersihkan bagian tubuh yang terkena air banjir tersebut,” tandasnya.
Untuk masyarakat yang sudah terkena penyakit ISPA, Diare dan DBD maka segeralah periksa kan diri ke petugas kesehatan terdekat. Sebagai pencegahan dini, untuk diare bisa sediakan oralit. Namun untuk penyakit yang diakibatkan virus ini biasanya menimbulkan deman, jadi kalau deman terjadi segeralah ke dokter terdekat.
Namun yang terpenting, menurut Ahyani, saat ini masyarakat melakukan kewaspadaan dini dan pencegahan dengan melakukan PHBS. “Bersihkan lingkungan, dan rajin mencuci tangan sebelum makan dengan sabun,” ungkapnya.
Sebenarnya, lanjut Achyani, saat ini  penderita ISPA, diare dan DBD masih dalam batas normal. Berdasarkan data Dinkes dalam tiga bulan terakhir ini, untuk diare pada Juli  4.766, Agustus 4310, September 4.226. ISPA pada Juli 1.628, Agustus 1542 dan September 1418. Sementara untuk DBD,  pada Juli mencapai 454 kasus, Agustus 342, dan September 266 kasus. “Trennya untuk ISPA, diare dan DBD masih dalam batas normal dan tak ada lonjakan kasus,” tandasnya. (mur)

sumber : http://www.jpnn.com/read/2012/11/15/146995/Hujan-Waspada-ISPA,-Diare-dan-DBD